Selasa, 18 Mei 2010

Efektivitas insektisida nabati Serai wangi (Andropogon nardus l.) terhadap rayap tanah ( Mactotermes gilvus hagen) pada tegakan tusam dalam kawasan hu

Efektivitas insektisida nabati Serai wangi (Andropogon nardus l.) terhadap rayap tanah ( Mactotermes gilvus hagen) pada tegakan tusam dalam kawasan hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon

Fransina Latumahina.S.Hut.MP
Dosen Pada Jurusan Kehutanan Faperta Unpatti Ambon
Email : sin_latumahina@yahoo.com

Abstract
One limiting factor in the development of Pine plantations is the presence of pests. Pest termites is one type of plant pests which often attack Pine and quite dangerous, because it can kill plants, especially at the poles and trees. Therefore, control measures need to be done for the expansion termite attack. Nowadays commonly used control technique is controlling the use of synthetic chemical insecticides. If the use of synthetic chemicals is not wise and the rules it have negative impacts on the environment and living things around it. One effort to control this pest termites are active with insecticide made from Sereh wangi (Andropogon nardus). The purpose of this study was to examine the effectiveness of botanical insecticides made from Sereh wangi active against pest subterranean termites in a laboratory experiment was conducted with various treatment concentrations of 1%, 3%, 5%, 7%. Application of botanical insecticides on sprayed by pest termites. Results showed that at concentrations of 5% in the second week has reached 100% mortality. While at concentrations above 5% to 100% mortality achieved in the first week after treatment.

Key Words : Termites, Sereh Wangi, botanical insecticides

I. Pendahuluan
Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung mutlak dilakukan dalam rangka mempertahankan fungsi dan peran hutan lindung sebagai pengatur tata air, pencegah banjir, pencegah erosi serta pemelihara kesuburan tanah dengan mencegah dan membatasi kerusakan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh faKtor alam maupun manusia. Hutan lindung Gunung Nona Kota Ambon dengan luasan 877, 78 ha memiliki fungsi dan peran yang cukup besar bagi masyarakat Kota Ambon, namun dalam kurun waktu tiga tahun belakangan kawasan ini mengalami goncangan akibat serangan hama dalam kawasan. Serangan hama mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tegakan bahkan dapat mengakibatkan kematian akibatnya kwalitas dan kwantitas tegakan akan mengalami penurunan dan pada gilirannya berimbas pada fungsi dan peran hutan lindung.
Dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon ditemukan komunitas pohon Tusam (Pinus merkusii Jung et de Vriese) yang cukup luas dan merupakan salah satu jenis prioritas yang sedang dikembangkan dalam kawasan terutama untuk tujuan reboisasi demi mempertahankan fungsi konservasi kawasan. Hasil pemantauan terhadap komunitas pohon Tusam dalam kawasan ditemukan adanya gejala – gejala serangan hama rayap (Mactotermes Gilvus Hagen) sehingga dikwatirkan akan ikut menganggu kwantitas maupun kwantitas dari pohon Tusam yang pada gilirannya juga akan berimbas pada keberadaan dan fungsi kawasan secara menyeluruh.
Untuk menghindari kerugian yang disebabkan oleh hama rayap tanah telah dilakukan tindakan pengendalian dengan berbagai cara, antara lain secara kimiawi dan secara hayati. Pengendalian secara kimiawi yaitu usaha pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (insektisida), misalnya dengan menggunakan insektisida heptachlor, chlordane dan HCS (Natawiria, 1973). Cara ini dipandang kurang menguntungkan karena selain biayanya mahal, pemakaian insektisida kimia/sintetis juga dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan, seperti keracunan pada hewan dan manusia serta pencemaran air.
Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mencari sarana pengendalian alternatif yang dapat mengendalikan hama secara efektif tetapi ramah lingkungan. Salah satu alternatif yang memiliki prospek baik untuk mengendalikan rayap tanah yang menyerang Tusam adalah dengan insektisida nabati yang bahan dasarnya berasal dari tanaman sereh wangi (Cymbopogon nardus) karena jenis ini memiliki kemampuan untuk menurunkan populasi hama (Kardinan, 1992). Bagian daun serai wangi banyak mengandung minyak atsiri yang terdiri dari senyawa sitral, sitronella, geraniol, mirsena, nerol, farsenol, metal heptenon, dan diptena. Bahan aktif yang mengandung zat beracun adalah geraniol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi ekstrak serai wangi terhadap rayap tanah yang menyerang tanaman Tusam dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon.








II. METODE PENELITIAN
2.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yakni penelitian lapangan dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon khususnya pada areal penanaman Tusam pada bulan Januari hingga Maret 2009 dan dilanjutkan dengan penelitian laboratorium pada Laboratorium Biologi Dasar Fakultas KIP Universitas Pattimura Ambon pada bulan April 2009 hingga selesai.
Hutan Lindung Gunung Nona tergolong iklim tipe B (Bulan Basah) dengan curah hujan pertahun sebesar 2,8396 mm dengan rata – rata hujan pertahun adalah 187,90 hari. Suhu udara makro di Kota Ambon mencapai 26,5 oC dan suhu mikro dalam kawasan 25, 5 oC dengan kelembaban mikro 75 %. Kondisi lahan dalam areal hutan lindung Gunung Nona adalah bergelombang hingga curam dengan kelerengan 8 hingga > 45 % dengan jenis tanahnya adalah batuan beku ( granit, kuarsa, peridotit ) dan batuan sedimen ( Batu Pasir dan Koral)

2.2. Alat Dan Bahan
Peralatan yang digunakan daalm penelitian ini adalah Label pohon, semprotan tangan, ember, sarung tangan, gelas ukur, gayung, Thermohygrometer, air secukupnya, bahan pelarut (tipol) dan sabun cuci. Bahan yang digunakan meliputi: ekstrak serai wangi, Pohon Tusam tingkat tiang dan pohon

2.3. Metode Penelitian
Tahapan kegiatan penelitian meliputi:
a. Pembuatan ekstrak serai wangi.
• Daun serai wangi diiris kecil-kecil
• Dijemur selama 8 hari hingga kadar air mencapai 10%
• Digiling hingga halus
• Diekstrak dengan Methanol selama 3 jam dan didiamkan selama 24 jam
• Disaring hingga berbentuk filtrat


b. Perlakuan pada Pohon Tusam
Perlakuan ekstrak serai wangi dengan jalan penyiraman di sekitar perakaran
tanaman Tusam selebar tajuk dengan konsentrasi sebagai berikut:
A = konsentrasi 0% (control)
B = konsentrasi 1 %
C = konsentrasi 3 %
D = konsentrasi 5 %
E = Konsentrasi 7 %
Tiap perlakuan diberikan pada 10 pohon dalam kawasan dengan masing-masing perlakuan diulang sebaganyak 10 kali.
C. Parameter yang diamati
 Aktivitas serangan rayap
 Intensitas serangan rayap tanah setelah aplikasi insektisida
 Pengamatan dilakukan setiap 4 hari sekali selama satu bulan
Untuk membantu pengamatan tingkat kerusakan tegakan Tusam akibat serangan rayap tanaman digunakan kriteria seperti pada tabel dibawah ini ( Husaeni, 2001):

Tabel 1. Kriteria Penilaian Tingkat Serangan Rayap
Klasifikasi
serangan
Nilai ( Skor ) Kriteria Serangan
A ( Sehat ) 0 Tidak Ada Serangan Rayap
B( Ringan ) > 0-25 Terdapat Lorong Rayap
( 1- 5 Lorong)
C ( Sedang ) > 25-50 Terdapat Banyak Lorong
( > 5 lorong )
D ( Berat) > 50-75 Pohon Merana
E ( Sangat Berat ) > 75 Pohon Mati





III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Aktivitas Serangah Rayap
A. Aktivitas Serangan Rayap
Rayap tanah (Macrotermes gilvus Hagen) berasal dari Famili Termitidae bersarang dalam tanah dekat tegakan Tusam karena batang Tusam mengandung selulose. Rayap ini dapat menyerang tanaman baik yang hidup maupun yang mati sampai jarak 200 meter dari sarangnya (Tarumingkeng, 1971). Kasta pekerja dari rayap ini biasanya merusak tanaman karena populasinya mencapai 80% dari selurung anggota koloni. Rayap muda yang baru ditetaskan dari telur belum memiliki protozoa yang diperlukan untuk mencerna selulose. Protozoa ini berguna untuk mencernakan selulosa yang telah dimakan.
Mobilisasi rayap menuju tegakan Tusam akan melewati terowongan- terowongan kembara, yaitu jalur-jalur sempit yang berasal dari pusat sarang yang hanya dapat dilalui sekaligus oleh sekitar 3-4 ekor rayap. Untuk mengenali tanaman target maka rayap pekerja mengeluarkan feromon penanda jejak dan mendeteksi makanan. Kemampuan mendeteksi dimungkinkan karena mereka dapat menerima dan menafsirkan setiap bau esensial bagi kehidupannya melalui lobang-lobang tertentu yang terdapat pada rambut-rambut yang tumbuh di antenna. Untuk dapat mendeteksi jalur yang dijelajahinya, individu rayap yang berada didepan mengeluarkan feromon penanda jejak (trail following pheromone) yang keluar dari kelenjar sternum (sternal gland di bagian bawah, belakang abdomen), yang dapat dideteksi oleh rayap yang berada di belakangnya. Sifat kimiawi ini sangat erat hubungannya dengan bau makanannya sehingga rayap mampu mendeteksi obyek makanannya.







B. Intensitas Serangan Rayap Tanah Setelah Aplikasi Insektisida
Dari hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan diperoleh data hasil persentase serangan rayap tanah pada tanaman kayu putih dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Persentase Mortalitas rayap tanah pada tegakan Tusam
(Pinus merkusii Jung et de Vriese ) Dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon.

Perlakuan Konsentrasi Mortalitas Rayap
Minggu Ke - I Mortalitas Rayap
Minggu ke - II Mortalitas Rayap
Minggu Ke - III
Mortalitas Rayap
Minggu ke - IV
A ( 0 % ) Kontrol 0 % 0 % 0 % 0 %
B ( 1 % ) 20 % 35 % 55 % 75 %
C ( 3 % ) 40 % 60 % 80 % 85 %
D ( 5 %) 95 % 100 % 100 % 100 %
E ( 7 %) 100 % 100 % 100 % 100 %

Dari tabel diatas terlihat bahwa aplikasi insektisida ekstrak serai wangi dengan perlakuan konsentrasi 5 % cukup efektif mematikan rayap tanah pada minggu ke dua. Hal ini disebabkan karena serai wangi merupakan tumbuhan herba menaun dan merupakan jenis rumput rumputan masuk ke dalam famili Graminae (Poaceae). Bentuk daun tunggal berjumbai, panjang sekitar 1 meter dengan lebar 1,5 cm tepi daun kasar dan tajam. Permukaan daun bagian atas dan bawah berambut berwarna hijau muda, batang tidak berkayu dengan akar serabut (Kardinan, 2005). Menurut Sait (1991) senyawa kimia yang terdapat dalam minyak serai wangi adalah sitronelal, sitonelol dan geraniol hal ini juga dikatakan oleh Kardinan (2005) bahwa serai wangi mengandung minyak asiri yang terdiri dari senyawa sitral, sitronela, geraniol, mirsena, nerol, farnesol, metil heptenon dan dipentena.





Aplikasi insektisida ekstrak serai wangi bekerja sebagai racun kontak dan kandungan bahan aktif berupa geraniol dan citronella yang diduga menyebabkan kematian rayap. Sesuai pendapat Kardinan (1992) yang menyatakan bahwa pestisida nabati sereh wangi tidak membunuh rayap secara cepat, tetapi berpengaruh mengurangi nafsu makan, pertumbuhan, daya reproduksi, proses ganti kulit, hambatan menjadi serangga dewasa, sebagai pemandul, serta mudah diabsorsi oleh tanaman. Daun sereh wangi mengandung geraniol dan citronella yang pada konsentrasi tinggi memiliki keistimewaan sebagai anti feedant, sehingga rayap tidak bergairah memakan tanaman, sedangkan pada konsentrasi rendah bersifat sebagai racun perut yang bias mengakibatkan rayap mati. Rayap mempunyai ukuran tubuh yang lebih kecil sehingga luas permukaan luar tubuh rayap relatif lebih besar untuk bersentuhan dengan insektisida. Bagian kutikel pada tubuh rayap yang terdapat pori dan lubang keluar kelenjar epidermis dan sensila berperan penting dalam melewatkan insektisida ke dalam tubuh rayap. Disamping itu kematian rayap diperberat oleh sifat yang nekropagi (memakan bangkai sesamanya) dan kanibalisme (memakan anggota yang lemah atau sakit), padahal rayap yang mati atau dalam keadaan lemah tersebut dapat diakibatkan karena terkena racun insektisida, sehingga rayap yang memakan sesamanya tersebut akan mati. (Tarumingkeng, 1971).

IV. Kesimpulan dan Saran
4.1. Kesimpulan
a. Insektisida nabati minyak serai wangi (Andropogon nardus L.) pada konsentrasi 5 % cukup efektif untuk mengendalikan serangan rayap tanah ( Mactotermes gilvus Hegen ) dengan mortalitas tertinggi 100% pada minggu kedua setelah perlakuan.

4.2. Saran
a. Dianjurkan apabila akan digunakandalam pengendalian hama maka konsentrasi insektisida nabati minyak serai wangi diturunkan, agar tidak terjadi efek fitotoksik.








DAFTAR PUSTAKA
Atmadja, W.R., A. Ismanto dan Supriadi. 2009. Efikasi formula insektisida nabati minyak serai wangi dan cengkeh terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus.
Prosiding Simposium Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. PT Penerbit IPB
Press dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor : 228-232
Dadang dan D. Prijono. 2008. Insektisida Nabati: Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengembangan. Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor : 163 hal
Djojosumarto, P. 2006. Pestisida dan Aplikasinya. Agromedia Pustaka, Jakarta : 339 Hartati, SY., E. M. Adhi dan N. Karyani. 1994. Uji efikasi minyak cengkeh dan serai
wangi terhadap Pseudomonas solanacearum. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 37 - 42
Husaeni, E.A. 2001. Hama Hutan Tanaman. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor,
Kardinan, A. 2005. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta
Sait, S. 1991. Potensi minyak atsiri daun Indonesia sebagai sumber bahan obat. Prosiding Pengembangan Tanaman Atsiri di Sumatera. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor : 129-134.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar